Teori Hujan

Teori Hujan




Jika hujan disebut simbol dari sebuah rindu, bisa dikata logis. Sebab di dalam sebuah hujan terdapat jutaan titik air yang merindu pada tanah. Begitu pula tanah telah menanti-nanti datangnya titik hujan, atas gersang yang dideritanya. Haus, terlampau haus bahkan. Hingga rasa akan haus yang diderita oleh tanah hilang seketika mendung hitam riuh mendatangkan titik air suci dari langit untuknya.

Sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh alam. Hujan tidak akan melulu datang setiap hari atau bahkan saking rindunya dengan tanah sampai tiada mau kunjung ia reda. Kau tahu jika hujan enggan untuk reda dan apa ujungnya?, dingin kan. Suatu rasa dingin, tidak semangat atau bisa disimpulkan sebagai kata yang merujuk pada  kebosanan. 

Persis seperti yang terjadi saat ini, hujan yang tiada begitu lebat, barang kali ia hanya mampir saja. Hujan yang diterbitkan oleh sebuah senja. Barangkali senja tahu tatkala tanah merindukan hujan. Sebab itu ia antarkan titik air langit itu menemui tanah. Masalah cemburu atau tidaknya senja abaikan saja, toh intinya pembahasannya tanah rindu hujan dan hujan rindu tanah. Dialah tanah merah, tanah gersang yang lebih tepatnya hanya cocok untuk menanam seonggok daging. Ia merindukan kehadiranmu hujan, membasuh tanah merah tak berdaya itu, melarutkan segala bangkai didalamnya menjadi unsur hara. Sabab kalian memadu basahlah segala biji yang manusia lempar tumbuh menjadi pohon yang rindang akan kebahagiaan.

Apa kalian tahu rasa merindukan seorang sedang kita tak dirindukannya, bahkan ia yang kita rindukan riang merindukan yang lainnya. Persis dengan apa yang ku rasakan. Karena akulah langit yang ditinggalkan butir hujan sebab ingin menjumpa tanah. Tidak peduli seberapa kerasnya aku mendapatkan uapnya kembali, titik demi titik seraya menanam harap agar kau mau tetap tinggal bersamaku di atas, namun akhirnya ingkar sebab kau rindu pada tanah untuk yang kesekian kalinya. Jika kau tanya sudi, tentulah aku tak sudi, tapi apalah dayaku sebab bisa apa aku dengan hukum semesta yang telah jadi takdir kita.

Tahukah kalian kenapa guruh selalu menyertai hujan. Sebab langit menggerutu, memaki bahkan, hingga keluh kesah langit mampu menakuti jutaan makhluk hidup di atas tanah. Tak tahan langit sebab butir hujan meninggalkannya dan hanya menjadi saksi semarak gemericik hujan bertemu dengan tanah. Saling menceritakan rindu yang dipikul satu sama lain hingga tak terbendung seolah langit layaknya seorang penjahat saja. Penjahat yang benar-benar ingin memisahkan antara butir air dan tanah.

Jika pun langit berhasil memisahkan hujan dan tanah maka petakalah yang tiba. Sebab segala makhluk hidup di atas tanah akan mati karenanya. Maka dari itu langit mencoba ikhlas sebab ia tak ingin menjadi pembawa petaka bagi seluruh umat. Ia biarkan air suci itu selalu mendatangi tanah, mendamba perjumpaan yang dianggap anugerah oleh seluruh penjuru semesta. Namun nyatanya semesta tidak akan seimbang tanpa adanya drama ini. Drama bagaimana sengsaranya langit mengumpulkan butir air yang ujungnya butir air meninggalkannya sebab terlampau rindunya hujan pada tanah.

Dan itulah yang disebut sebagai sebuah siklus, dimana hal ini akan terus terulang meski ujungnya langit selalu tersakiti. Namun nyatanya kalian menikmati fenomena ini. Fenomena romansa yang benar-benar terasa, ketika lampu-lampu jalanan termangu seolah dungu memandangi tiap butir hujan terjun bebas menciumi tanah. Dan mungkin kau juga sedang menikmati fenomena ini ditemani secangkir kopi tempat kau singgah biasanya, menikmati aroma hujan membasahi tiap debu yang menempel pada kaca kafe yang telah lama tidak pernah diseka, yang selalu kau singgahi.

Aku disini sendiri, ternganga sembari menyesali turunnya hujan. Sebab perlukah hujan menghantar sepucuk dingin untuk hati yang kesepian yang renta ini. Kau nikmati tiap tegukan kopi yang menenangkan setiap urat syaraf mu atas candu rindumu pada seseorang yang jauh disana. Sedang aku disini menyulut sebatang rokok menikmati kepulan rindu yang terasa menyesakkan namun begitu candu bagiku. Kubiarkan kepulan ini terdispersi ke seluruh ruang dan berhamburan memenuhi ruang paru ini hingga ku menikmati rasanya terbunuh perlahan oleh rinduku sendiri.

Subscribe to receive free email updates:

9 Responses to "Teori Hujan"

  1. Bahasa tingkat tinggi. Makin hari makin wow, pujangga. Terima kasih sangat menginspirasi dan menambah wawasan saya. Kunjungan balik ya.....

    ReplyDelete
  2. Sebuah puisi untuk adinda tercinta yang jauh disana, pemberi semangat dan penyejuk hati nurani diri yg hina ini,

    Menantimu tanpa tambatan waktu yg berarti :(

    Terima kasih

    ReplyDelete
  3. Bahasa nya luar biasa, kata katany bkin tersanjung :), boleh jg nih jd inspirasi hidup seseorang:)

    ReplyDelete
  4. Hujan mendung grimis trus pelangi...
    Bikin info pelangi gan ... Biar menarik ...

    ReplyDelete
  5. Ini seperti memberi pesan, jangan sering menghilang, kamu tidak tahu bahwa dipermainkan rindu itu tidak menyenangkan.

    ReplyDelete
  6. Puitis puitis gini sebenernya ane paling suka gan:D makasih yaa

    ReplyDelete
  7. Setelah membaca artikel ini malah seperti kisah asmara ini...hadehh begitu memilukan

    ReplyDelete
  8. Pertama kali baca title saya kira teori fisika hihi
    Ternyata inti teori tentang rindu 🤘🤘

    ReplyDelete