Dingin Menunggu Kepulangannya

Dingin Menunggu Kepulangannya




Pada petang yang menghamburkan segala kesunyian. Ia parkirkan kendaraan mewahnya di garasi samping rumah yang seukuran dengan rumah PNS itu. Garasi yang teramat luat berisi puluhan kendaraan mewah yang siap mengantarkan tubuhnya kemanapun yang ia kehendaki, namun sayangnya kendaraan ini tak bisa mengantarkannya sampai pada tempat istrinya berada. Sebab istrinya telah berpulang, dan tak dapat menahan ia atas kepergian sang istri tersayangnya itu.

Langkah sayup-sayup perlahan menghantarkan tubuhnya menuju pintu utama rumahnya. Ia pencet bel rumahnya, sesekali bahkan ia ketuk pintu sembari menunggu hingga seseorang yang ia rindukan membukakan pintu untuknya, menunggu kepulangannya dan mencium tangannya serta  menyeduhkan secangkir kopi untuknya. Namun apalah daya, semua hanya angan belaka. Setelah ia merasa lelah sebab tak kunjung ada yang mendengarkan suara ketukannya, dirogohnya sebuah kunci yang ada di saku kanan celananya. Ia sebenarnya tahu barang seribu satu kali ia memencet bel dan mengetuk pintu tak akan ada yang membukakan pintu untuknya.

Ia buka perlahan pintu besar nan kokoh itu, kemudian terdengar samar lidahnya hampir tak terdengar bahkan, mengucap sebuah kata: "Dek...Abang pulang". Namun keheningan malam yang ia jumpai menyambut kepulangannya dari bekerja. Tidak, bukan bekerja. Ia hanya menghadiri sebuah rapat umum pemegang saham. Betapa tidak sebab ia adalah seorang investor ulung. Dalam kesehariannya ada beberapa hal yang tidak dimilikinya: karyawan, bos, pelanggan, hutang dan baru-baru ini adalah istrinya.

Dendang binatang petang pada malam itu mencoba mengisi keheningan yang mencekam kala itu. Ia larut dalam lamunannya sesekali diiringi butir air yang merembes dari matanya yang kian suram nampaknya. Pandangannya mencoba menyapu seluruh sudut ruang yang lebih dari cukup untuk disebut besar itu. Melintas dalam lamunannya kala satu dua majalah diatas meja ruang tengah, suara televisi yang berbicara sendiri beradu dengan suara papan tik komputer sebab sang istri adalah seorang penulis baik sajak, novel, maupun cerita pendek. Ia benar-benar merindukan suara bising itu.

Genap satu bulan sudah sejak kepergian istrinya. Tubuhnya yang bagus sebab makan teratur dan tak telat olahraga itu kian menulang saja. Matanya mencekung dalam, sedalam jurang kesedihan dideritanya. Lebam sebab ia tak mampu memejamkan matanya barang semalam pun sejak kejadian itu. Tak ada yang menghibur sebab para pembantu yang tinggal dirumahnya telah ia pulangkan semua. Pernah sesekali orang tuanya datang untuk menilik kondisinya, lebih tepatnya seminggu setelah pemakaman istrinya, namun apa yang dilakukannya. Ia terpekur berjam-jam macam binatang dungu yang enggan melontarkan barang satu kata sekalipun. Makin cemas lah kedua orang tuanya dengan kondisi putranya yang demikian.

Kemudian mertuanya mencoba datang untuk menenangkan dirinya, namun betapa terkejut mertua sebab apa yang mereka pandang berbeda dengan apa yang telah di ceritakan oleh besan. ia tak ingin melihat mertuanya cemas sehingga beraktinglah ia layaknya seorang yang normal. Membuka laptop untuk memantau pergerakan harga saham, beberapa buku tergeletak di atas meja seolah seperti telah ditilik olehnya buku-buku itu dan memasak sebuah makanan untuk menyambut kedatangan mereka. Walau lebam masih nampak di pelupuk matanya yang bulat itu. Setelah mereka merasa yakin dengan kondisi menantunya yang dianggapnya telah mebaik itu mereka pun pergi.

Betapa merindu ia akan istrinya, segeralah ia melakukan hal-hal yang nampak ganjil bagi orang normal pada umumnya. Malam itu setelah lama melamun, beranjaklah ia dari kursi yang di dudukinya. Berlari bagai orang kesurupan tunggang langgang, jatuh bangun bahkan. Entah apa yang ada dalam benaknya yang mengatarkan tubuhnya menuju pemakaman umum yang berjarak ratusan meter dari kediamannya. Sesampainya di pemakaman ia tangisi tanah menggunung itu, tiada dihiraukannya bau taman mayat memenuhi isi paru paru nya itu. Ia peluk gundukan tanah itu sambil merapal kata-kata yang dituntun dengan iringan pecah tangis.

Langit pun tak kuasa melihat kejadian miris itu, sehingga sengaja ia tumpahkan jutaan titik air untuk menemani lelaki yang malang itu. Tubuhnya yang sudah tak gagah itu dibasuh oleh air suci dari langit, tidak ketinggalan partikel tanah gundukan itu menempel pada baju biru tua yang dikenakan lelaki itu. Ia biarkan air hujan mengguyur sekujur tubuhnya sebab ia rindu menikmati hujan awal pertemuannya dengan sang istri. Awal ia menjumpa anugerah indah yang tuhan sajikan untuknya. Wajah yang dihiasi lesung padi terngiang di kepalanya semakin menyakitkan baginya. Semakin deraslah tangisnya pula sederas hujan membasahi tubuhnya.

Fajar tidak kunjung menyingsing, membiarkan embun melayang bebas yang mencoba menjelaskan atas hujan deras terjadi semalaman suntuk. Suhu dingin memperkuat argumen embun bahwa hujan benar benar mampir semalam. Suasana mencekam sebab seorang lelaki ditemukan dingin diatas sebuah gundukan tanah. Dingin sekali sampai tiada tanda kehidupan terdeteksi didalam sebuah daging yang terlampau bosan untuk menderita.

Subscribe to receive free email updates:

8 Responses to "Dingin Menunggu Kepulangannya"

  1. Keren broo, ceritanya gak bosenin. Meski baru baca bntr aja
    Okeyy thx..

    ReplyDelete
  2. Abis baca itu jadi sedih ngebayanginnya..emang berat kalo ditinggalkan untuk selamanya

    ReplyDelete
  3. Saat ngebacanya di hayati, suasana jadi campur aduk gitu...👍

    ReplyDelete
  4. Cerpenis spesialis kisah galau yg mengharu biru. Terus berkarya gan. Ohya itu dia meninggal?

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, soalnya udah putus asa jalanin hidup, terlebih setelah ditinggal orang yang paling disayangi

      Delete
  5. ceritanya bkin kebayang hariharinya tanpa istrinya smpai rela ke kuburan istrinya malam malam, keren ceritanya min terus berkarya

    ReplyDelete
  6. Ahmad Nur Fais

    Waduh, sedih banget nih ceritanya, berasa jadi tokoh utamanya :)

    ReplyDelete
  7. Pertama saya kira cuma ldr beda tempat saja, ternyata alurnya dan suasananya makin dalam dan saya menyadari ini tentang ldr beda alam

    ReplyDelete