Elegi Tentang Kepergianmu

Elegi Tentang Kepergianmu

 

Fatamorgana tentang mu datang bersama alunan gemericik butir hujan yang saling mengadu rasa. Mengendap perlahan layaknya dingin aroma hujan merajah seisi paru, teramat sangat menyayat. Ku termenung larut memandangi alir air yang sibuk mencari pangkal tempat terakhir mereka singgah seraya khusyuk merekam suara hujan sedang menyelesaikan naskah sendunya. Waktu memang selalu berlalu namun kenangan sendu tentangmu tak hendak lalu dari ingatan ku. Dan tentang kita tak ubahnya secangkir kopi, setelah kisah habis diteguk menyisakan ampas kenangan yang begitu enggan tuk pergi. Bagiku merindukan mu kini bukanlah sekedar bualan saja, tapi kemana hendak ku hempaskan rasa rindu. Sedang menemui mu dengan jiwa yang masih bersatu dengan materi yang bernama raga ini, tampaklah muskil adanya.

Kala itu malam, berhiaskan temaram dan purnama berusaha memberi sedikit penerangan meski awan legam hadir memperkeruh suasana malam. Rasa cemas dan takut tak henti selimuti pikiranku, bagai hendak menghamburkan akal sehat ku. Menunggu tubuh terbaring mu, yang sudah berhari-hari tak kunjung sadarkan diri. Ku genggam erat tangan lembutmu, sembari merapal sejuta harap dengan hati dicumbui rasa putus asa. Kau divonis menderita kanker otak stadium akhir, bisa apa aku. Pikiranku jadi keruh khawatir dan takut bercampur aduk hingga tak terasa bulir bening jatuh meninggalkan pelupuk mata dan tak jemu menghitung hari bak kiamat sudah dekat. Selalu menghadapi kenyataan yang dilapih kelembai, tak hendak menjumpa lurus.

Ku temani senja dan kami mengadu pandang, saling mengasihani satu sama lain. Cahayanya yang begitu renta menyadarkan ku akan harapanku pada semesta, renta juga. Tapi itulah ideologi semesta, sebuah peluang kejadian acak yang tiada kita kira. Kami berdua bahagia hingga pada suatu masa datanglah kemungkinan acak itu. Yang membuat seluruh tubuh ku serasa anestesi semua kecuali mata. Karena ia terus menerus memintal bulir bulir sendu sampai terasa begitu sayu. Katamu aku tak perlu risau, mana mungkin bisa. Kau tahu, bahwa seisi kepalaku tak henti henti menerka kepergianmu. Tak bisa kubayangkan bagaimana hidup tanpa kehadiran mu. Dan kenapa semesta memilih dirimu. Apakah sudah tak ada lagi orang di luar sana yang lebih layak untuk menggantikan kematian mu.

Kau bagaikan senja, kembali ke peraduannya tanpa seuntai pamit terkata. Dan malamku diserbu oleh beribu kesedihan yang menggebu. Dan hujan pun kembali menghulu, suaranya beradu dengan pecah isak tangisku. Sepi merongrong liar, sembari menertawai sendu ku. Untuk bangun dari dari rebah sekedar melihat fotomu yang dipagari oleh bingkai yang mulai kusam aku pun sudah tak mampu. Terus begitu hingga tak terasa sudah seminggu berlalu.

Kehidupan ku tanpa mu terasa kian kelabu, tak hitam namun bukan pula sebuah putih, semu. Cara berjalan ku tak setegap dulu, namun secara analogi bukan diumpama sebuah padi. Aku masih hidup hanya saja rona semangatnya tak lagi seriang dahulu. Masih bekerja seperti biasa, hanya saja ketika waktu pulang tiba rindu selalu mendekap seketika saat tubuh ini sampai di daun pintu. Yang kurindu sambutan hangatnya, kopi yang kerap kali dihidangkannya dan senyum manjanya yang yang mampu hilangkan seluruh penatku seketika. Tak dapat dipungkiri, di ambang pintu rumahku lah butir bening di mata bagai hendak meledak dan meleleh bersama cerita tentang kepergian mu dulu.

Pun aku tahu, segalanya memang bukanlah milikku. Begitu pula dirimu, kau hanya sebuah karunia yang Tuhan titipkan padaku. Tak seharusnya aku bersikap seperti begitu. Ku kira ingatan itu tergerus seiring berjalannya waktu. Memudar layaknya renta sinar senja. Tapi nyatanya tak semudah yang ku kira. Potongan kisah kita bagai sebuah piringan hitam dari sebuah lagu yang iramanya begitu pilu. Terdengar sendu namun begitu candu. Dan aku terjebak dalam paradoks kisah tentang kita. Tak peduli seberapa besar ku tak menghiraukan kepergianmu, namun kenangan itu, ingatan tentang mu tak bisa dilihat atau pula digenggam oleh ku namun terasa begitu hidup di hatiku.

Subscribe to receive free email updates:

8 Responses to "Elegi Tentang Kepergianmu"

  1. terimakasih sangat bermanfaat artikelnya

    ReplyDelete
  2. Inspiratif banget min konten ceritanya ... Seru, lanjutkan min menulisnya kereeen 👍

    ReplyDelete
  3. Bagus min sedikit saran lain kali bikin sebuah cerita yang isi konteks nya membuat penasaran bagi si pembaca pasti lebih menarik

    ReplyDelete
  4. Bikin novel gan. kata2nya disusun apik, sastra yg bagus..
    bagus nih tulisannya.....

    ReplyDelete
  5. Kalimatnya indah, diksinya kaya dan variatif. Terus berkarya aja pasti nanti bnyk yg suka.

    ReplyDelete
  6. Keren gan, w paling suka blog puitis2 gini mencerminkan org yg punya selera tinggi , keren=v

    ReplyDelete
  7. Website paling ternama dan paling terpercaya di Asia
    Sistem pelayanan 24 Jam Non-Stop bersama dengan CS Berpengalaman respon tercepat
    Memiliki 9 Jenis game yang sangat digemari oleh seluruh peminat poker / domino
    Link Alternatif :
    arena-domino.club
    arena-domino.vip
    100% Memuaskan ^-^

    ReplyDelete