Hati dan Silogisme Tentangnya

Hati dan Silogisme Tentangnya




"Penciptaan manusia berasal dari tanah, manusia memiliki hati". Jika kau pahami kedua pernyataan yang dilerai oleh tanda koma tersebut, maka akan kau dapati sebuah silogisme yang menyatakan "hati terbuat dari tanah". Jadi sudah bukan aneh lagi bagiku bila jatuh cinta adalah sebuah hal yang mudah. Sadarilah bahwasanya hati adalah sepetak tanah dan cinta adalah benihnya. Ia akan tumbuh walaupun pada satu kesempatan, saat kau lupa menyiramnya dia akan mati dengan sendirinya. Dan di masa yang serba modernitas ini benih cinta bisa kau dapatkan dari mana saja. Bisa saja ia hanya sebatas sebuah foto yang bisa kau temukan secara acak melalui aplikasi sosial media. Jatuh cinta hal yang mudah namun pendekatannya lah yang susah yang membuat diriku kian meresah.

Dan hati sangatlah rentan layaknya sebuah cangkir. Pecah itu bukan keinginan namun pecah adalah sebuah pilihan. Karena pada dasarnya kau bisa membuat suatu pilihan, antara kau sendiri yang membawa cangkir yang rentan itu atau orang lain yang membawanya. Jika saja kau yang membawanya mungkin cangkir itu akan baik baik saja, namun apa jadinya jika cangkir yang rentan itu kau titipkan pada orang yang salah. Walau nyatanya kesalahan yang sama tetap saja kulakukan dan rasa jera memang ada namun kalah dengan rasa ingin yang ku kandung. Ketika rasa ingin datang hal apalagi yang bisa menghalanginya selain maut.

Aku kembali kasmaran untuk yang kesekian kalinya, walaupun aku tahu sekeras apapun aku mencoba hanya akan berakhir pada rasa sakit yang entah pada siapa aku hendak menyalahkannya. Kasmaran itu nikmat tiada tara, namun bila berujung pada penolakan tentu hadirkan cedera. Aku bimbang antara siap dan tidak untuk sebuah penolakan. Siap ketika diri ini tahu semuanya akan tetap begitu begitu saja dan tak siap lantaran takut kecewa untuk kesekian kalinya. Dan betapa bagusnya bila diciptakan obat penawar rasa kecewa, mungkin aku tak takut lagi untuk selalu mencoba.

Rindu hadir sebagai suatu kenanaran belaka, kita biasa menikmatinya walau sebenarnya jiwa tersiksa. Dan alangkah buruknya jika yang kau rindukan tak merindukanmu. Sungguh ironis sekali, harus memikul beban rindu sendiri walau kau tahu pada siapa hendak berbagi namun pada konteksnya ia tak akan pernah mau tuk peduli dengan apa yang kau rasa.

Berjuang untuk sebuah cinta memang tidaklah mudah, namun apa jadinya bila memperjuangkannya selalu terus menerus menjumpa sulit. Bosan acap kali menggerayangi pikiran, namun hati berkehendak lain. Dan hati tak hendak pulalah ia berdusta, tak seperti halnya pikiran. Jika hati berkata suka aku bisa apa. Berjuang pun selalu berakhir kecewa, dan riang pun juga hanya sementara setidaknya sebelum gebetan benar benar tak acuh dengan pesan yang kukirimkan padanya dan sisanya tak lebih hanya sekedar melantunkan naskah ratapan luka ditemani oleh jutaan derita. Pun aku tahu bahwa luka tidak seharusnya dinikmati namun tidak dapat dipungkiri bila luka diciptakan untuk dihadapi. Mengeluh pun tidak ada gunanya, walau sebenarnya kesabaran itu ada batasnya.

Kini cinta hadir bukan sebagai sesuatu yang bersifat kerohanian yang mampu membawa jiwa benar benar terasa nyaman saat merasakannya, namun ia hadir sebagai hal yang sekuler, dimana cinta hadir sebagai sesuatu yang mengedepankan duniawi atau kebendaan yang menjunjung tinggi nilai materi agar tercipta sebuah kebahagiaan dan kenyamanan. Dan barang kali kau belum paham tentunya, bahwa kemampuan menulis bukan dari seberapa besar tingkat imajinasi yang kau punya belaka, namun kemampuan menulis hakikatnya berasal dari sebuah pengalaman yang menjadikanmu sebagai pribadi yang merasa dan mampu menuangkan kata-kata hingga tercipta rentetan diksi yang indah. Tulisanku kali ini hadir sebagai kritik atas segala kejadian yang pernah aku lalui di satu masa. Dan membukakan mata hati para pembaca agar memahami apa hakikat dari sebuah cinta. Ia laksana hembusan angin kala kemarau, tak bisa kau lihat dan raba namun kehadirannya dapat kau rasakan, nyaman dengan semilir yang ditawarkannya dan terbunuh oleh panas yang kemarau bawa.

Subscribe to receive free email updates:

4 Responses to "Hati dan Silogisme Tentangnya"

  1. Cinta adalah benih, hati adalah tanahnya.
    Nice quotes

    ReplyDelete
  2. Rindu hadir sebagai suatu kenanaran belaka, kita biasa menikmatinya walau sebenarnya jiwa tersiksa.

    Suka bagian ini ga. Terus berkarya memprrindah dunia.

    ReplyDelete
  3. Suka ane sma karya karya seperti puisi didlm artikel ini:)

    ReplyDelete