Kematian Itu Menyisakan Kehilangan

Kematian Itu Menyisakan Kehilangan

 
Kematian adalah kepastian yang tiada satu orangpun menginginkan kedatangannya. Sebuah kompetisi terburuk yang tak siapapun ingin jadi pemenangnya. Terkecuali untuk mereka yang merasa lelah menjalani kehidupan. Seolah kami sedang menjalani sebuah lomba paksa. Itulah yang berhamburan di kepalaku ketika ajal tinggal sejengkal lagi menjemputku. Sebuah bus yang kutumpangi berputar hebat, menjajaki landainya sebuah jurang.

Kala masih setengah buta, sejauh mata memandang hanya kabut beterbangan. Kuhela napas panjang sembari menggigil. Tentu kau tahulah udara pagi di musim kemarau. Ini hanyalah tentang datang dan menunggu. Pagi buta membeli tiket bus sesekali menangkap butiran embun untuk kupersembahkan padamu bila aku telah tiba.

Libur akhir semester perkuliahan telah usai, walau belum sepenuhnya selesai. Lebih memilih berangkat saat ini ketimbang harus menunggu sepekan lagi. Entahlah apa yang mendorongku tuk bertindak demikian. Sejauh ini hanya rasa rindu memenuhi seisi dadaku yang kutahu. Kugengggam sebuah tiket sembari berharap masih bisa menemuimu. Entahlah, tiba-tiba aku berpikiran seperti itu. Seolah aku tak dapat menjumpa dirimu lagi.

Bus datang tak lama kemudian, sesigap mungkin kucari nomor kursi sesuai yang tertera pada tiket yang kugenggam. Seorang gadis, kurang lebih sebaya denganku duduk tepat di sebelah kursiku. Tanpa ragu aku segera duduk. Kulihat gadis itu sibuk sekali memandangi hp yang ada di genggaman tangannya. Sebenarnya bukan gayaku memancing obrolan dengan teman sebangku perjalanan terlebih dahulu. Jadi setidaknya sudah kuputuskan. Sebaiknya diam dari pada bertanya beberapa perihal yang sedikitpun tak mengandung unsur faedah.

Dalam diam, terkadang aku masih memperhatikannya. Entahlah kenapa, hanya saja rasa ingin tahu tiba-tiba menghampiriku. Yang semula jari-jari lentiknya sibuk mengetik kini ia menempelkan hp dekat telinganya. Barangkali jemarinya mulai kelelahan, sebab sepertinya banyak sekali yang hendak ia sampaikan.

Sebenarnya aku sedang berusaha untuk mempraktikkan sikap acuh tak acuh. Namun gagal tatkala gadis itu mendadak menangis. Aku pun sempat terheran. Namun setelah dipikir ini bukan saat yang tepat untuk terheran. Kubiarkan tangisnya sampai surut lalu kucoba buka percakapan yang barangkali bisa menghiburnya.

" Tujuan kemana, mbak?", "Tanjung Karang" jawabnya dengan suara serak ala orang habis menangis. "Kuliah?", "ya, mas". "Oh, sama berarti, saya juga mahasiswa, seorang pengangguran berstatus" ungkapku. "Betapa tidak, tiap harinya cuma bisa Madura' saja; makan, tidur lalu berak. Tapi tetap digaji sama pemerintah, lewat jalur bidikmisi" sambungku lagi, memancing humor. Perlahan ia mulai memperlihatkan senyumnya.

"Masalah cinta ya?" Tanyaku dengan nada sok tahu , "ya begitulah," jawabnya. "Lebih spesifiknya?", "Entahlah mas, mendadak dia ngajak saya putus", "saya memang tidak terlalu mengerti tentang sebuah hubungan percintaan, namun yang saya tahu pasti dia akan menyesal", "menyesal untuk apa mas?" Tanyanya. "Ada pepatah yang mengatakan bahwa bila sudah tiada barulah akan terasa bahwa kehadiran seseorang itu sangatlah berharga" jawabku seperti seorang pemberi motivasi di acara seminar besar. Sejurus ia tertawa kecil.

Yang awalnya terasa asing kini kami menjadi akrab, perbincangan kami jadi terbuka seolah-olah ingin lebih mengenal satu sama lain. Saat itu yang ku tahu hanya satu; nyaman. Suaranya yang lembut, parasnya nan anggun dan tutur katanya yang bisa membuat obrolan kami benar-benar terasa menyenangkan. Hingga tak sadar kami sebetulnya berada dalam garis malapetaka, sebuah kecelakaan yang sedikitpun tak pernah kami duga. Bukan hanya kami saja, bahkan orang-orang seisi bus tak ada yang menduganya.

Kami terlalu sibuk berbincang dan bus mendadak menerjang sebuah plang jalan, berputar berkali-kali hingga timbul guncangan yang benar-benar keras. Semua yang terekam di mataku benar-benar semu, bagian kepalaku terasa sakit betul. Tak mampu lagi aku menggerakkan badan. Kulihat gadis itu dalam keadaan terkapar. Berhiaskan cairan darah di sekitar dahinya. Aku berusaha keras agar bisa menggerakkan anggota tubuhku, namun sia-sia saja. Yang kuinginkan segera bangun demi menyelamatkan gadis itu. Mengeluarkannya dari bus keparat yang sudah ringsek itu dan segera memanggil ambulans. Saking kesalnya dengan keadaanku, sampai hati kusumpahi diriku sendiri. Betapa tak berdayanya diriku. Mungkin ini akhir dari kisah hidupku. Mendadak semua yang kulihat perlahan menjadi gelap. Dicekam oleh rasa takutku setengah mati.

Kesadaranku mulai kembali. Kubuka mata perlahan, pandangan masih dalam keadaan remang-remang. Yang pertama kali kulihat adalah langit-langit rumah sakit setelah aku mencium bau obat-obatan yang begitu khas. Orang-orang berpakaian putih yang cukup sibuk lalu lalang, memperkuat tebakanku. Perlahan kutolehkan kepalaku, terlihat sebuah selang kecil ditempelkan di tanganku. Kepalaku masih menahan rasa sakit luar biasa, terlebih ketika aku memandang sosok wajah yang sudah tak asing di mataku, gadis itu terebah tepat di sebelah tubuhku direbahkan. Hanya saja ada beberapa perbedaan yang tak bisa kuterima; dia terebah tanpa ada selang infus dan wajahnya nampak begitu pucat, mendekati kebiruan.

Mataku kini terasa basah, di bagian dada sungguh terasa sesak. Aku masih selamat, namun terasa seperti tiada harapan. Aku memilikimu, namun terasa ada sesuatu yang hilang dari bagian hidupku. Seharusnya aku tak perlu merasa begini jika pertemuanku dengannya tidak ditakdirkan. Dan tak seharusnya pula aku menyalahkan takdir. Namun ada sebuah kesalahan yang kutahu lebih dari pasti; hatiku terbawa oleh gadis yang telah mati.

Subscribe to receive free email updates:

6 Responses to "Kematian Itu Menyisakan Kehilangan"

  1. Cerpennya keren banget min... Endingnya sedih banget 😭 😭 pertemuan yg sangat singkat 😭😭

    ReplyDelete
  2. Sungguh ironi jalan ceritanya,min. Dipertemukan. Namun,pada akhirnya harus berpisah karena suratan takdir.

    ReplyDelete
  3. Suka sama diksinya, sederhana tapi ngena banget. Apalagi alurnya. Mungkim saran saja, paragrafnya Kak per dialog, biar lebih mudah dan enak dibaca. 🙏🏻

    ReplyDelete
  4. Kata-katanya luar biasa..menarik buat dibaca. Dan baru tau ternyata madura itu singkatan ya wkwkkw

    ReplyDelete
  5. Entah kenapa feelnya dapet banget apalagi diakhir cerita. Jadi pengen nagis 😢

    ReplyDelete
  6. ya kematian memanglah sungguh menyisakan kehilangan dan pastinya menyisakan sebuah kenangan bersama nya. tapi ya beginilah kehidupan semuanya pasti akan kembali kepada sang maha pencipta.

    ReplyDelete